Pages

Showing posts with label RELIGION. Show all posts
Showing posts with label RELIGION. Show all posts

Wednesday, July 31, 2013

Ziarah Gunung KAWI Indonesia

Gunung Kawi
Konon, barang siapa melakukan ritual dengan rasa kepasrahan dan pengharapan yang tinggi maka akan terkabul permintaannya, terutama menyangkut masalah kekayaan. Mitos seputar pesugihan Gunung kawi ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan "berkah" berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka.Biasanya lonjakan pengunjung yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi (hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan.
Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini menunjukkan simbol bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum berdoa.

Selain pesantren sebagai fokus utama tujuan para pengunjung, terdapat tempat-tempat lain yang dikunjungi karena ''dikeramatkan'', dan dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk mendatangakan keberuntungan, antara lain sebagai berikut:



Padepokan Eyang Sujo 

Depok Eyang Sujo
Rumah padepokan ini semula dikuasakan kepada pengikut terdekat Eyang Sujo yang bernama Ki Maridun. Di tempat ini terdapat berbagai peninggalan yang dikeramatkan milik Eyang Sujo, antara lain adalah bantal dan guling yang berbahan batang pohon kelapa, serta tombak pusaka semasa perang Diponegoro.
 






Guci Kuno

Guci Peninggalan M'bah Djoego
Dua buah guci kuno merupakan peninggalan Eyang Jugo. Pada jaman dulu guci kuno ini dipakai untuk menyimpan air suci untuk pengobatan. Masyarakat sering menyebutnya dengan nama ''janjam''. Guci kuno ini sekarang diletakkan di samping kiri pesantren. Masyarakat meyakini bahwa dengan meminum air dari guci ini akan membuat seseorang menjadi awet muda.




Pohon Dewandaru

Di area pesantren, terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon ini disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Pohon yang termasuk jenis cereme Belanda ini oleh orang Tionghoa disebut sebagai shian-to atau pohon dewa. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang daerah ini aman.

Untuk mendapat ''simbol perantara kekayaan'', para peziarah menunggu dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung berebut. Untuk memanfaatkannya sebagai azimat, biasanya daun itu dibungkus dengan selembar uang kemudian disimpan ke dalam dompet.

Namun, untuk mendapatkan daun dan buah dewandaru diperlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk melakukan syukuran.

Eyang Jugo dan Eyang Sujo

Yang dimakamkan dalam satu liang lahat di pesarean Gunung Kawi ini? Menurut Soeryowidagdo (1989), Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo atau Raden Mas Iman Sudjono adalah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar, Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kawi ini.

Semenjak itu mereka berdua tidak lagi berjuang dengan mengangkat senjata, tetapi mengubah perjuangan melalui pendidikan. Kedua mantan bhayangkara balatentara Pangeran Diponegoro ini, selain berdakwah agama islam dan mengajarkan ajaran moral kejawen, juga mengajarkancara bercocok tanam, pengobatan, olah kanuragan serta ketrampilan lain yang berguna bagi penduduk setempat. Sahabat anehdidunia.com perbuatan dan karya mereka sangat dihargai oleh penduduk di daerah tersebut, sehingga banyak masyarakat dari daerah kabupaten Malang dan Blitar datang ke padepokan mereka untuk menjadi murid atau pengikutnya.

Setelah Eyang Jugo meninggal tahun 1871, dan menyusul Eyang Iman Sujo tahun 1876, para murid dan pengikutnya tetap menghormatinya. Setiap tahun, para keturunan, pengikut dan juga para peziarah lain datang ke makam mereka melakukan peringatan. Setiap malam Jumat Legi, malam eninggalnya Eyang Jugo, dan juga peringatan wafatnya Eyang Sujo etiap tanggal 1 bulanSuro (muharram), di tempat ini selalu diadakan erayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya. Upacara ini iasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para keturunan Eyang Sujo.

Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para peziarah yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji, semakin banyak berkah yang akan didapat. Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap raja, mereka berjalan dengan lutut.

Hingga dewasa ini pesarean tersebut telah banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan saja berasal dari daerah Malang, Surabaya, atau daerah lain yang berdekatan dengan lokasi pesarean, tetapi juga dari berbagai penjuru tanah air. Heterogenitas pengunjung seperti ini mengindikasikan bahwa sosok kedua tokoh ini adalah tokoh yang kharismatik dan populis.

Namun di sisi lain, motif para pengunjung yang datang ke pesarean ini pun sangat beragam pula. Ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan leluhur, melakukan penelitian ilmiah, dan yang paling umum adalah kunjungan ziarah untuk memanjatkan doa agar keinginan lekas terkabul.

Pesugihan Gunung Kawi

Pepatah populer di kalangan warga Tionghoa ini bisa menjelaskan kenapa Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sangat populer. Kawi bukan gunung tinggi, hanya sekitar 2.000 meter, juga tidak indah. Tapi gunung ini menjadi objek wisata utama masyarakat Tionghoa.

Tiap hari ratusan orang Tionghoa, termasuk orang pribumi naik ke Gunung Kawi. Masa liburan plus cuti bersama lebaran ini sangat ramai. Karena terkait dengan kepercayaan Jawa, Kejawen, maka kunjungan biasanya dikaitkan dengan hari-hari pasaran Jawa: Jumat Legi, Senin Pahing, Syuro, dan Tahun Baru.

Penginapan lebih dari 10 buah, dengan tarif Rp30.000,- hingga Rp200.000,-.  Restoran Tionghoa yang menawarkan sate babi dan makanan tidak halal (buat muslim) cukup banyak. Tukang ramal nasib. Penjual kembang untuk nyekar. Penjual alat-alat sembahyang khas Tionghoa. Belum lagi warung nasi dan sebagainya.

Kalau masuk makam dua makam tokoh yang telah dijelaskan diatas, pengunjung harus membeli kembang. Sebelumnya, bayar retribusi untuk Desa Wonosari Rp2.000,-.  Lalu, menyerahkan KTP (kartu tanda penduduk) atau identitas lain pada satpam untuk didaftar nama dan alamat. Sumbang lagi uang tapi sukarela. Jangan kaget kalau anda menjumpai banyak sumbangan atau retribusi di aset wisata Kabupaten Malang ini.

Saat masuk ke kompleks Gunung Kawi, hampir 99 persen warga keturunan Tionghoa. Anak-anak, remaja, profesional muda, hingga kakek-nenek. Orang-orang itu bersembahyang layaknya di kelenteng. Masuk ke makam, jalan keliling makam, sambil membuat gerakan menyembah macam di kelenteng. Tidak ada arahan atau instruksi, mereka semua melakukan gerakan-gerakan itu.

Hampir tidak ada Tionghoa itu yang beragama Islam. Kok begitu menghormati dan sembahyangan di depan makam Imam Soedjono dan Mbah Djoego? Apa mereka tahu siapa yang dimakamkan di situ? Belum lagi kalau kita bahas secara teologi Islam atau Kristiani tentang boleh tidaknya melakukan ritual di Gunung Kawi.

Para pemandu wisata di Gunung Kawi berusaha tidak menyinggung kepercayaan atau agama orang lain. Selain sensitif, mereka tak ingin bisnis mereka terganggu. Harus diakui, warga Desa Wonosari mendapat banyak berkah dari objek wisata Gunung Kawi. Tak sedikit penduduk mengais rezeki di kawasan Gunung Kawi mulai pemandu wisata, penjual bunga, warung, satpam, parkir, dan sebagainya.

Selain berdoa sendiri-sendiri, Yayasan Gunung Kawi menawarkan paket ritual tiga kali sehari: pukul 10:00, pukul 15:00, pukul 21:00. Ritual ini dipimpin dukun atau tukang doa setempat, namun harus pakai sesajen untuk selamatan. Siapa yang mau ikut harus mendaftar dulu di loket.

Tarif barang-barang selamatan ditulis jelas di loket yang bagus. Ada dua tipe selamatan agar keinginan anda (dapat rezeki, usaha lancar) tercapai. Bagi mereka yang percaya.
- Pesugihan Gunung Kawi
- Pengunjung antre membeli keperluan ritual.

Apa saja item selamatan? Berikut beberapa item yang umum digunakan :
* Minyak tanah
* Solar
* Minyak goreng
* Beras
* Kambing
* Sapi
* Ayam
* Wayang kulit
* Ruwatan, dll

Melihat nilai rupiah itu, benar-benar membuat kita geleng-geleng kepala. Berdoa kok mahal amat? Apa ada jaminan jadi kaya? Apa Tuhan perlu begitu banyak sayur, makanan, daging, wayang kulit, ruwatan...? Kalau kita miskin, tak punya uang, apa harus utang untuk membeli barang-barang itu?

Di luar kompleks makam, ada Kelenteng Kwan Im. Lilin-lilin merah, besar, terus bernyala. Puluhan warga Tionghoa secara bergantian berdoa di sana. Disana juga ada ciamsi, ajang meramal nasib ala Tionghoa.

Sekitar enam kilometer dari kompleks makam ada pertapaan Gunung Kawi. Jalannya bagus, Kompleks ini pun penuh dengan ornamen Tionghoa. Di ruang utama ada tiga dukun yang siap menerima kedatangan tamu, berdoa agar rezeki lancar. Tapi sebelum itu si dukun membeberkan tarif selamatan yang jutaan rupiah seperti tertera di daftar harga di atas.

Saturday, July 27, 2013

SWASTIKA 卍

  字是佛的三十二种大人相之一。据《长阿含经》说,它是第十六种大人相,位在佛的胸前。又在《大萨遮尼干子所说经》卷六,说是释迦世尊的第八十种好相,位 于胸前。在《十地经论》第十二卷说,释迦菩萨在未成佛时,胸臆间即有功德庄严金刚字相。这就是一般所说的胸臆功德相。但是在《方广大庄严经》卷三,说佛 的头发也有五个字相。在《有部毗奈耶杂事》第二十九卷,说佛的腰间也有字相。“”仅是符号,而不是文字。它是表示吉祥无比,称为吉祥海云,又称吉祥 喜旋。因此,在《大般若经》第三百八十一卷说:佛的手足及胸臆之前都有吉祥喜旋,以表佛的功德。

       字的符号,有向右旋──;有向左旋──。根据《慧琳音义》第二十一卷、《慧菀音义》,及《华严经》等,总共有十七处说到字相是右旋。但是《陀罗尼 集经》第十卷所示摩利支天像所拿的扇子中,所画的字相乃是左旋──。还有日本奈良的药师寺的药师佛像脚下的字相,也是左旋,但是多数的记载是右旋。 最早在印度教的主神,如毗湿笯及克利辛那,胸前就有卍字相。在古印度的传说,凡能统治世界的转轮圣王,皆具有三十二种大人相;佛是法中之圣王,所以也具三 十二种大人相,此在《金刚般若经》中就有记载。


       在近代,右旋或左旋,时有争论。而大多数都认为右旋是对的,左旋是错的。尤其是在二十世纪的四十年代,欧洲的希特勒,也使用字相来做为他纳粹主义的标 帜。此后,即有更多的争论,有的说希特勒所用的是左旋,佛教所用的是右旋。其实在唐朝的则天武后时代,曾经创造了一个字── ,念做“日”字,象征太阳的 意思,就是左旋;希特勒使用的是斜角形的 ,佛教则是正方形的。至于印度教则以右旋表示男性的神,左旋表示女性的神。而西藏的喇嘛教用右旋,苯教 (bon-pa)则用左旋。

      根据日本国士馆大学光岛督博士的研究, 字本非文字,西元前八世纪时始见于婆罗门教的记载,乃是主神毗湿笯的胸毛,是称为vatsa 的记号而非文字,至西 元前三世纪始被用于佛典。到了西元后一世纪时,又更名为‘svastiko,本为牛犊头部的毛发螺旋相,演变成主神毗湿笯的胸毛相,后成为十六种大人相之 一,又成为三十二种大人相之一。


        总之,在佛教不论右旋、左旋, 字均系用来表征佛的智慧与慈悲无限。旋回表示佛力的无限运作,向西方无限地延伸、无尽地展现,无休无止地救济十方无量的众生。故亦无须执著、揣摩字形相的表现是右旋或左旋了。

“色不异空,空不异色” ("Color does not differ from emptiness, empty is not Harmonia" )

“色不异空,空不异色”,这就是说一切法“缘起性空”。“色”,就是色、受、想、行、识五蕴中的色,是指物质。任何物质现象都是缘起,它有相状,它有功 用,但是它的相状和功用里面没有常恒不变的指挥它的主宰,所以说是空。

所谓空,不是指的色外空物体之外的空,也不是指的色后空物体灭了之后的空,换句话 说,并不是离开色而另外有一个空,而是“当体即空”。

色是缘起所起,色法上不能有个不变的实性,所以说“色即是空”;唯其没有实性,所以能遇缘即起,所以 说“空即是色”。

这也就是“色不异空,空不异色”的简单解释。受、想、行、识等精神现象也同样地是“缘起性空”。“缘起性空”是宇宙万有的真实相状,即所 谓“诸法实相”。
大乘佛教以实相为法印,称为“一法印”,一切大乘经教,都以实相的道理来印证。
如前面所说“无住涅槃”和“菩萨六度四摄“等教义,都是以 缘起性空的理论为基础的。

传说中的: “九字真言” (Nine Word Mantra)

九  字  真  言
九字真言,又名奥义九字,分别为:临、兵、斗、者、皆、阵、列、在、前九字
九字源自东晋葛洪的‘抱朴子’内篇卷篇登涉篇,云:‘祝曰:‘临兵斗者,皆数组前行,常当视之,无所不辟’。

意思是说,常念这九个字,就可以辟除一切邪恶。这九字各有其意义:

  1. 临(灵)
      身心稳定
      表示临事不动容,保持不动不惑的意志,表现坚强的体魄。
      结合天地灵力------降三世三昧耶会
      手印:不动明王印
      咒语:金刚萨埵心咒 
  2. 兵(镖
      能量
      表示延寿和返童的生命力。
      行动快速如镖------降三世羯摩会
      手印:大金刚轮印
      咒语:降三世明王心咒 
  3. 斗(统)
      宇宙共鸣
      勇猛果敢,遭遇困难反涌出斗志的表现。
      统合一切困难------理趣会
      手印:外狮子印
      咒语:金刚萨埵法身咒 
  4. 者(洽)
      复原
      表现自由支配自己躯体和别人躯体的力量。
      万物之灵力,任我接洽------一印会
      手印:内狮子印
      咒语:金刚萨埵降魔咒 
  5. 皆(解)
      危机感应
      表现知人心、操纵人心的能力。
      解开一切困扰------四印会
      手印:外缚印
      咒语:金刚萨埵普贤法身咒
  6. 阵(心)
      心电感应/隐身
      表示集富庶与敬爱于一身的能力。
      透视、洞察敌人心理------供养会
      手印:内缚印
      咒语:莲花生大士六道金刚咒
  7. 列(裂)
      时空控制
      表示救济他人的心。
      分裂一切阻碍自己的障碍------微细会
      手印:智拳印
      咒语:大日如来心咒 
  8. 在(齐)
      五元素控制
      表示更能自由自在地使用超能力。
      使万物均为平齐------三昧耶会
      手印:日轮印
      咒语:大日如来心咒 
  9. 前(禅)
      光明/佛心
      表示佛境,即超人的境界。
      我心即禅,万化冥合------根本成身会
      手印:宝瓶印(或隐形印)
      咒语:摩利支天心咒 

    与九字真言相对应的九个手印(说是九个,其实不过是个虚名,可以从中化出恒河沙数的手印来,又名奥义九字切,括号内是异译法)分别为:不动根本印(独占印、普贤三昧印)、大金刚轮印、外狮子印、内狮子印、外缚印、内缚印 、智拳印(知券印)、日轮印、宝瓶印(隐形印)
           
    关于手印
    密教以左手为常静,故名为慈悲之手,渡顽愚众生,右手为常动,故名为智慧之手,渡上根利器,称为“悲智双运”渡尽无余凡夫。合此双手即表示断除“贪嗔痴疑 慢”之烦恼障惑,是远离身语意之无始无明,其合掌的姿势名为“印”,即断身业的杀盗淫等3恶业,念佛号等密语,及观诸尊相好庄严,则成涅盘实相之常乐我 净。


如来到底是谁?何以称之为如来?

如来,实际上是佛的尊称,是佛的十大名号之一。如来实际意义为:
乘如实之道而来成正觉。“如来”之称呼,亦为诸佛之通号。称释迦牟尼为如来佛是不对的。

释迦牟尼如来佛
 如来,这个名号很多人听过,但其实却并不一定真正了解。如来,梵语tatha^gata,巴利语同。音译作多陀阿伽陀、多他阿伽度、多陀阿伽度、怛萨阿竭、怛他哦多、多阿竭。又作如去。

如来到底是谁呢?在佛教里,释迦牟尼佛或诸佛通号有十大“名号”。《妙法莲花经》云:“如来、应供、正遍知、明行足、善逝世间解、无上士、调御丈夫、天人 师、佛、世尊。”《佛说十号经》云:“如来、应供、正等觉、明行足、善逝、世间解、无上士、调御丈夫、天人师、佛、世尊。”  至此,不难看出:如来,实际上是佛的尊称,是佛的十大名号之一。

释迦牟尼如来佛
那么为什么要叫如来呢?如来实际意义为:乘如实之道而来成正觉。“如”在佛经中称真如,就是绝对真理,如来,是说佛是掌握着绝对真理来到世上说法以普渡众生的圣者。之所以又称作如去,意思是乘真如之道,而往于佛果涅槃。佛陀即乘真理而来,由真如而现身,故尊称佛陀为如来。

长阿含卷十二清净经(大一·七五下):“佛于初夜成最正觉及末后夜,于其中间有所言说尽皆如实,故名如来。复次,如来所说如事,事如所说,故名如来。”大 智度论卷五十五(大二五·四五四下):“行六波罗蜜,得成佛道,(中略)故名如来;(中略)智知诸法如,从如中来,故名如来。”又因佛陀乃无上之尊者,为 无上之无上,故亦称无上上。又“如来”之称呼,亦为诸佛之通号。

需要注意的是,称释迦牟尼佛或称释迦牟尼如来,都是一样的,这是可以的。但称释迦牟尼为如来佛这就错了。因为如来和佛同是一切佛的通称,并不说明是某佛,正像称人为先生阁下不能说明是某人一样。

Friday, July 26, 2013

佛教中人生八苦指的是


拜佛十点好处




陈 绍 好

  1. 得妙色音-----多拜佛、罪障消灭、相貌会转变为好,声音和身体会庄严起来。 
  2. 出言人信-----拜佛若专心诚恳,培植德威,说话会得到别人自然信服和尊敬。
  3. 处众无畏-----拜佛精进、身体不倦、心不散乱、何处何地无有畏惧、仪态安详。
  4. 众人亲近-----拜佛用功、无论到何处都有许多人过来亲近恭敬。
  5. 天人护持-----拜佛之人、天龙八部常在左右拥护,不让邪魔外道及一切不好的事接近,   事事如意。
  6. 诸佛护念-----拜佛诚心、诸佛菩萨护念,加持其人智慧如海。
  7. 具足威势-----礼佛之诚、具大威德庄严。 
  8. 具大福德-----拜佛的人、福德因缘自然而来、不求而得、诸事如意吉祥。
  9. 临终往生-----拜佛的人不单今生安乐受用、临终时得往生西方极乐世界。
  10. 速证涅盘-----拜佛的人、生到西方极乐世界、花开见佛、速证无上法忍。   

    

Thursday, July 25, 2013

人生八苦


人 生 八 苦


生,老,病,死

爱 别 离, 怨 长 久

求 不 得, 放 不 下

Sunday, July 14, 2013

Renungan Literatur Buddhisme

"Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan.
Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan kejujuran."

"Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya."

 "Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya."

"Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati."


"Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma,dan selalu waspada, maka kebahagiaannya akan bertambah."


"Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin, dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana, membuat pulau bagi dirinya sendiri, yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir."


"Pikiran itu mudah goyah dan tidak tetap; pikiran susah dikendalikan dan dikuasai. Orang bijaksana meluruskannya bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah."

"Bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke atas tanah, pikiran itu selalu menggelepar. Karena itu cengkeraman dari Mara harus ditaklukkan."


"Sukar mengendalikan pikiran yang binal dan senang mengembara sesuka hatinya. Adalah baik untuk mengendalikan pikiran, suatu pengendalian pikiran yang baik akan membawa kebahagiaan."

"Pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus, pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia."


"Pikiran itu selalu mengembara jauh, tidak berwujud, dan terletak jauh di lubuk hati. Mereka yang dapat mengendalikannya, akan bebas dari jeratan Mara."


"Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah; sungguh panjang siklus kehidupan bagi orang bodoh yang tidak mengenal Ajaran Benar."


 "Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri. Janganlah bergaul dengan orang bodoh."


"Anak-anak ini milikku, kekayaan ini milikku," demikianlah pikiran orang bodoh. Apabila dirinya sendiri sebenarnya bukan merupakan miliknya, bagaimana mungkin anak dan kekayaan itu menjadi miliknya?"

"Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh."


"Orang bodoh, walaupun selama hidupnya bergaul dengan orang bijaksana, tetap tidak akan mengerti Dhamma, bagaikan sendok yang tidak dapat merasakan rasa sayur."


"Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahannya, seperti orang menunjukan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang yang bijaksana."


"Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk, dan melarang apa yang tidak baik, orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat. "


"Jangan bergaul dengan orang jahat, jangan bergaul dengan orang yang berbudi rendah, tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik, bergaullah dengan orang yang berbudi luhur."




"Ia yang mengenal Dhamma akan hidup berbahagia dengan pikiran yang tenang. Orang bijaksana selalu bergembira dalam ajaran yang dibabarkan oleh para Ariya."

"Pembuat saluran air mengalirkan air, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu, orang bijaksana mengendalikan dirinya."


"Orang yang telah menyelesaikan perjalanannya yang telah terbebas dari segala hal, Yang telah menghancurkan semua ikatan, maka dalam dirinya tidak ada lagi demam nafsu."


"Orang yang telah telah sadar dan meninggalkan kehidupan rumah tangga, tidak lagi terikat pada tempat kediaman. Bagaikan kawanan angsa yang meninggalkan kolam demi kolam, demikianlah mereka meninggalkan tempat kediaman demi tempat kediaman."

" Mereka yang tidak lagi mengumpulkan harta duniawi, yang sederhana dalam makanan, yang telah mencapai "Kebebasan Mutlak", maka jejak mereka tidak dapat dilacak, bagaikan burung-burung di angkasa."


"Ia yang telah menaklukkan dirinya, bagaikan seorang kusir mengendalikan kudanya, yang telah bebas dari kesombongan dan kekotoran batin, maka para dewa pun akan mengasihi orang suci seperti ini."

"Daripada seribu kata yang tak berarti, adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya."

"Daripada seribu bait syair yang tak berguna, adalah lebih baik sebait syair yang berguna, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya."

"Daripada seribu bait syair yang tak bermanfaat, adalah lebih baik satu kata Dhamma, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya."

"Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri."


"Menaklukkan diri sendiri sesungguhnya lebih baik daripada menaklukkan makhluk lain; orang yang telah menaklukkan dirinya sendiri selalu dapat mengendalikan diri."



"Tidak ada Dewa, Mara, Gandhabba, ataupun Brahmana, yang dapat mengubah kemenangan dari orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri."

"Biarpun bulan demi bulan seseorang mempersembahkan seribu korban selama seratus tahun, namun lebih baik jika menghormati orang yang memiliki pengendalian diri, walaupun hanya sesaat saja."


"Bergegaslah berbuat kebajikan, dan kendalikan pikiranmu dari kejahatan; barang siapa lamban berbuat bajik, maka pikirannya akan senang dalam kejahatan."


"Apabila seseorang berbuat jahat, hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu, dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu, sungguh menyakitkan akibat dari memupuk perbuatan jahat."


 "Apabila seseorang berbuat bajik, hendaklah dia mengulangi perbuatannya itu dan bersuka cita dengan perbuatannya itu, sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik."


"Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik,selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk."

"Semua orang takut akan hukuman; semua orang takut akan kematian. Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri, hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan."


"Barang siapa mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri dengan jalan menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka setelah mati ia tak akan memperoleh kebahagiaan."


"Barang siapa mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri dengan jalan tidak menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka setelah mati ia akan memperoleh kebahagiaan."


 "Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian, akan membalas dengan cara yang sama. Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu."



"Mengapa tertawa, mengapa bergembira kalau dunia ini selalu terbakar? Dalam kegelapan, tidakkan engkau ingin mencari terang?."


"Pandanglah tubuh yang indah ini, penuh luka, terdiri dari rangkaian tulang, berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan. Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya."


"Tubuh ini benar-benar rapuh, sarang penyakit dan mudah membusuk. Tumpukan yang menjijikkan ini akan hancur berkeping-keping. Sesungguhnya, kehidupan ini akan berakhir dengan kematian."


"Kota (tubuh) ini terbuat dari tulang belulang yang dibungkus oleh daging dan darah. Di sinilah terdapat kelapukan dan kematian, kesombongan dan iri hati."


"Kereta kerajaan yang indah sekalipun pasti akan lapuk, begitu pula tubuh ini akan menjadi tua. Tetapi `Ajaran` (Dhamma) orang suci tidak akan lapuk. Sesungguhnya dengan cara inilah orang suci mengajarkan kebaikan."


"Orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang."


"Dengan melalui banyak kelahiran aku telah mengembara dalam samsara (siklus kehidupan). Terus mencari, namun tidak kutemukan pembuat rumah ini. Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini."


"O, pembuat rumah, engkau telah ku lihat, engkau tak dapat membangun rumah lagi. Seluruh atapmu telah runtuh dan tiangmu belandarmu telah patah. Sekarang batinku telah mencapai `Keadaan tak Berkondisi (Nibbana)`. Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan."


"Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi masih muda, akan merana seperti bangau tua yang berdiam di kolam yang tidak ada ikannya.'


"Mereka yang tidak menjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan) selagi masih muda, akan terbaring seperti busur panah yang rusak, menyesali masa lampaunya."



"Bila orang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana selalu waspada selama tiga masa dalam kehidupannya."

"Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tak akan dicela."

"Sebagaimana ia mengajari orang lain, demikianlah hendaknya ia berbuat. Setelah ia dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, hendaklah ia melatih orang lain. Sesungguhnya amat sukar untuk mengendalikan diri sendiri."

"Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri. Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan."










Wednesday, July 10, 2013

Bagaimanakah Memilih Agama?

Pada masa Sang Buddha, telah terdapat banyak aktivitas intelektual besar di India. Beberapa orang terpandai yang terkemuka di dunia telah berkecimpung di dalam kontroversi-kontroversi besar keagamaan sepanjang masa.
Apakah ada Sang Pencipta? Tidak adakah Sang Pencipta? Adakah jiwa itu? Tidak adakah jiwa itu? Apakah dunia tanpa awal? Apakah ada sebuah awal permulaan?
Ini merupakan beberapa topik yang hangat diperdebatkan oleh para pemikir terhebat sepanjang waktu. Dan tentu saja, seperti masa sekarang ini, semua mengklaim bahwa hanya dialah yang memiliki semua jawaban dan siapapun yang tidak mengikutinya akan dikutuk dan dimasukkan ke dalam neraka! Sebenarnya, semua pencarian keras atas kebenaran ini hanya akan menghasilkan lebih banyak lagi kebingungan.
Sekelompok pemuda yang tekun yang disebut suku Kalama pergi menghadap Sang Buddha dan memberitahukan kepada Beliau mengenai kebingungan mereka. Mereka bertanya kepada-Nya apakah yang harus seseorang lakukan sebelum menerima atau menolak suatu ajaran.
1. Janganlah Menerima Apapun Hanya Berdasarkan Pada Berita
Nasihat Sang Buddha seperti yang disebutkan dalam Kalama Sutta yaitu tidak menerima apapun hanya berdasarkan pada berita, tradisi, atau kabar angin semata.
Biasanya orang mengembangkan keyakinan mereka setelah mendengarkan perkataan orang lain. Tanpa berpikir mereka menerima apa yang orang lain katakan mengenai agama mereka atau apa yang telah tercatat dalam buku-buku keagamaan mereka.

Kebanyakan orang jarang sekali mengusahakan untuk menyelidiki, untuk menemukan apakah yang dikatakannya benar atau tidak. Sikap umum seperti ini sukar untuk dipahami, khususnya di dalam era modern saat ini ketika pendidikan sains mengajarkan orang untuk tidak menerima sama sekali apapun yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Bahkan sekarang ini banyak yang disebut sebagai pemuda berpendidikan  hanya menggunakan emosi atau ketaatan mereka tanpa menggunakan pikiran naralnya.

Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat yang sangat liberal (luas dan terbuka) kepada sekelompok pemuda mengenai bagaimana menerima suatu agama secara rasional. Ketika para pemuda ini tidak dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang sesuai, mereka datang untuk menemui Sang Buddha untuk mendapatkan nasihat Beliau.

Mereka mengatakan kepada-Nya bahwa semenjak berbagai kelompok agama memperkenalkan agamanya dalam berbagai cara, mereka mengalami kebingungan dan tidak bisa memahami cara keagamaan mana yang benar. Para pemuda ini bisa diibaratkan dalam istilah modern sebagai para pemikir bebas (free thinkers), atau para pencari kebenaran (truth seekers). Inilah mengapa mereka memutuskan untuk mendiskusikan hal ini dengan Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk memberikan beberapa garis pedoman untuk membantu mereka menemukan suatu agama yang masuk akal yang dengannya mereka dapat menemukan kebenaran.
Dalam menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa Dhamma (ajaran-Nya) merupakan satu-satunya ajaran yang bernilai dan siapapun yang mempercayai hal lain akan masuk ke neraka. Justru sebaliknya, Beliau memberikan beberapa nasihat yang penting untuk mereka pertimbangkan. Sang Buddha tidak pernah menganjurkan orang untuk menerima suatu agama hanya melalui iman (faith) semata, tetapi Beliau menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan dan memahami segala sesuatunya tanpa bias (praduga/menyimpang).

Beliau juga tidak menganjurkan orang untuk menggunakan emosi atau ketaatan semata yang berdasarkan pada kepercayaan yang membuta di dalam menerima suatu agama. Inilah mengapa agama yang berdasarkan pada ajaran-Nya sering dijelaskan sebagai agama rasional. Agama ini juga dikenal sebagai agama merdeka dan akal budi. Kita seharusnya tidak menerima apapun melalui iman atau emosi untuk mempraktikkan suatu agama.

Kita seharusnya tidak menerima suatu agama begitu saja dikarenakan agama itu menghilangkan ketakutan bodoh kita mengenai apa yang akan terjadi pada diri kita, kapan kita mati ataupun ketakutan kita ketika diancam oleh api neraka jika kita tidak menerima beberapa ajaran atau yang lainnya. Agama harus diterima melalui pilihan bebas. Setiap pribadi harus menerima suatu agama karena pemahaman dan bukan karena agama itu merupakan hukum yang diberikan oleh suatu penguasa atau kekuatan-kekuatan supernatural. Menerima suatu agama haruslah bersifat pribadi dan berdasarkan pada kepastian rasional akan agama yang akan diterima.
Orang-orang dapat membuat berbagai macam klaim mengenai agama mereka dengan membesar-besarkan berbagai macam peristiwa untuk mempengaruhi orang lain. Kemudian, mereka dapat memperkenalkannya sebagai pesan surgawi untuk menumbuhkan iman atau rasa percaya. Tetapi kita harus membaca apa yang tertulis secara analitis dengan menggunakan akal sehat dan kekuatan pikiran. Itulah mengapa Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak menerima secara tergesa-gesa apapun yang tercatat, tradisi, atau kabar angin semata.

Orang-orang mempraktikkan tradisi-tradisi tertentu yang berdasarkan pada kepercayaan, kebiasaan atau cara hidup komunitas dimana mereka berada. Namun, beberapa tradisi sangatlah penting dan berarti. Oleh karena itu, Sang Buddha tidak mengecam semua tradisi adalah salah tetapi menasihatkan kita untuk mempertimbangkannya dengan sangat berhati-hati praktik mana yang penuh arti dan mana yang tidak. Kita harus mengetahui bahwa beberapa tradisi tertentu tersebut menjadi ketinggalan jaman dan tidak berarti lagi setelah beberapa periode waktu.

Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan di antaranya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh orang-orang primitif dan pemahaman mereka tentang kehidupan manusia dan alam sangatlah terbatas pada masa itu. Jadi, pada masa sekarang ini ketika kita menggunakan pendidikan sains modern kita dan pengetahuan akan alam semesta, kita dapat melihat sifat sesungguhnya dari kepercayaan mereka. Kepercayaan yang dimiliki orang-orang primitif mengenai matahari, bulan, dan bintang-bintang, bumi, angin, halilintar dan guntur, hujan dan gempa bumi, berdasarkan pada usaha mereka untuk menjelaskan fenomena alam yang nampaknya sangat mengerikan. Mereka memperkenalkan fenomena alam tersebut sebagai dewa-dewa atau perbuatan-perbuatan Tuhan dan kekuatan-kekuatan supernatural.
2. Janganlah Menerima Apapun Hanya Berdasarkan Pada Tradisi
Dengan pengetahuan kita yang telah maju saat ini, kita dapat menjelaskan fenomena alam yang nampaknya mengerikan ini sebagaimana apa adanya. Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, “Janganlah menerima dengan segera apa yang kau dengar. Janganlah mencoba untuk membenarkan perilaku tidak rasionalmu dengan mengatakan ini adalah tradisi-tradisi kita dan kita harus menerimanya.” Kita seharusnya tidak percaya begitu saja kepada takhayul ataupun dogma agama hanya karena para sesepuh kita melakukan hal yang sama.

Ini bukan berarti kita tidak menghormati para sesepuh kita, tetapi kita harus melaju bersama waktu. Kita seharusnya memelihara kepercayaan-kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai modern dan menolak apapun yang tidak diperlukan atau yang tidak sesuai karena waktu telah berubah. Dengan cara ini kita akan dapat hidup dengan lebih baik.
Satu generasi yang lalu, seorang pendeta Anglikan, Uskup dari Woolich menyatakan sebuah kalimat, “Tuhan dari kesenjangan“ (God of the gaps) untuk menjelaskan bahwa apapun yang tidak kita pahami merupakan atribut dari Tuhan. Karena pengetahuan kita terhadap dunia telah berkembang, kekuatan Tuhan tersebut pun berkurang secara bersamaan.
3. Janganlah Menerima Apapun Hanya Berdasarkan Pada Kabar Angin
Semua orang suka mendengarkan cerita. Mungkin itulah mengapa orang mempercayai kabar angin. Anggaplah ada seratus orang yang telah melihat sebuah peristiwa tertentu dan ketika setiap orang menceritakannya kembali kepada yang lain, ia akan mengaitkannya dengan cara yang berbeda dengan menambahkan lebih banyak hal lainnya dan membesar-besarkan hal yang kecilnya.

Ia akan menambahkan “garam dan bumbu” untuk membuat ceritanya lebih seru dan menarik dan untuk memperindahnya. Umumnya setiap orang akan menceritakan suatu kisah seolah-olah dialah satu-satunya yang dapat menceritakan kepada orang lain apa yang benar-benar terjadi. Inilah sifat sesungguhnya dari cerita yang dibuat dan disebarkan oleh orang.

Ketika Anda membaca beberapa kisah dalam agama apapun, cobalah untuk ingat bahwa kebanyakan dari interpretasinya adalah hanya untuk menghias peristiwa kecil untuk menarik perhatian orang. Jika tidak demikian, maka tidak akan ada apapun bagi mereka untuk diceritakan kepada orang lain dan tak seorang pun akan menaruh perhatian pada kisah itu.
Di sisi lain cerita dapat sangat bermanfaat. Cerita merupakan cara yang menarik untuk menyampaikan pelajaran moral. Kepustakaan Buddhis merupakan gudang yang besar dari beragam kisah cerita. Tetapi itu hanyalah cerita. Kita tidak harus mempercayainya seperti seolah-olah cerita itu adalah kebenaran mutlak. Kita seharusnya tidak seperti anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat menelan hidup-hidup seorang nenek dan berbicara kepada manusia! Orang dapat berbicara mengenai berbagai macam keajaiban, tuhan-tuhan/dewa, dewi, bidadari-bidadari dan kekuatan mereka berdasarkan pada kepercayaan mereka.

Kebanyakan orang cenderung untuk menerima dengan segera hal-hal tersebut tanpa penyelidikan apapun, tetapi menurut Sang Buddha, kita seharusnya tidak mempercayai dengan segera apapun karena mereka yang menceritakannya kepada kita akan hal itu pun terpedaya olehnya. Kebanyakan orang di dunia ini masih berada dalam kegelapan dan kemampuan mereka untuk memahami kebenaran sangatlah rendah. Hanya beberapa orang yang memhami segala sesuatu secara sewajarnya. Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian ada perkataan lain, ”Jack si mata satu dapat menjadi raja di Kerajaan orang buta.” Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian dari kebenaran. Kita perlu berhati-hati dalam menempatkan kepercayaan mutlak kita kepadanya.
4. Janganlah Menerima Apapun Hanya Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks Keagamaan
Selanjutnya Sang Buddha memperingatkan kita untuk tidak mempercayai apapun berdasarkan pada otoritas teks-teks keagamaan ataupun kitab-kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa semua pesan-pesan yang terdapat dalam kitab-kitab suci mereka disampaikan secara langsung oleh Tuhan mereka. Sekarang ini, mereka mencoba untuk memperkenalkan buku-buku tersebut sebagai pesan dari surga. Hal ini sukar untuk dipercaya bahwa mereka menerima pesan ini dari surga dan mencatatnya dalam kitab suci mereka hanya pada beberapa ribu tahun yang lampau.

Mengapa wahyu ini tidak diberikan lebih awal? (Menimbang bawa planet bumi ini berusia empat setengah miliar tahun). Mengapa wahyu tersebut dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang tertentu saja? Tentunya akan jauh lebih efektif jika mengumpulkan semua orang dalam suatu tempat dan menyatakan kebenaran kepada banyak orang daripada bergantung pada satu orang untuk melakukan pekerjaan itu. Bukankah tetap lebih baik jika tuhan-tuhan mereka menampakkan diri pada hari-hari penting tertentu dalam setahun untuk membuktikan keberadaan dirinya secara berkala? Dengan cara demikian tentunya mereka tidak akan memiliki kesulitan sama sekali untuk mengubah seluruh dunia!
Umat Buddha tidak berusaha untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha sebagai pesan surgawi, dan mereka mengajarkan tanpa menggunakan kekuatan mistik apapun. Menurut Sang Buddha, bahkan kita tidak seharusnya menerima ajaran-Nya seperti yang tercatat dalam kitab suci Buddhis secara membuta dan tanpa pemahaman yang benar. Ini merupakan kebebasan yang luar biasa yang Sang Buddha berikan kepada kita. Meskipun Beliau tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan Tuhan, Beliau memberikan penghargaan jauh lebih besar kepada kecerdasan manusia dibanding dengan yang pernah dilakukan oleh agama manapun.
Cara terbaik bagi seseorang yang berasional untuk mengikuti adalah mempertimbangkan secara hati-hati sebelum ia menerima atau menolak segala sesuatu. Mempelajari, memikirkan, menyelidiki sampai Anda menyadari apa yang ada sebenarnya. Jika Anda menerimanya hanya berdasarkan pada perintah atau kitab-kitab suci, Anda tidak akan menyadari kebenaran bagi diri Anda sendiri.
5. Janganlah Hanya Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Semata
“Janganlah bergantung pada logika dan argumentasi pribadi semata” merupakan nasihat lain dari Sang Buddha. Janganlah berpikir bahwa penalaran Anda adalah hal yang mutlak. Kalau tidak demikian, Anda akan berbangga diri dan tidak mendengarkan orang lain yang lebih mengetahui dibandingkan dengan diri Anda. Biasanya kita menasihatkan orang untuk menggunakan penalaran mereka. Benar, dengan menggunakan daya pikir dan akal mereka yang terbatas, manusia berbeda dengan hewan dalam hal menggunakan penalaran untuk diri mereka sendiri.

Bahkan seorang anak kecil dan orang yang tidak berpendidikan pun menggunakan penalaran sesuai dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pemahaman mereka. Tetapi kekuatan penalaran ini berbeda berdasarkan pada kedewasaan, pengetahuan, dan pengalaman mereka. Lagi pula, penalaran ini merupakan subjek dari perubahan, dari waktu ke waktu. Identitas atau pengenalan akan konsep-konsep pada diri manusia juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam penalaran seperti itu tidak ada analisa terakhir atau kebenaran mutlak.

Karena kita tidak memiliki pilihan lain, kita harus menggunakan penalaran terbatas kita secara keras sampai kita mendapatkan pemahaman yang tepat. Tujuan kita seharusnya adalah mengembangkan pikiran kita secara berkesinambungan dengan bersiap diri untuk belajar dari orang lain tanpa menjadi masuk ke dalam kepercayaan membuta. Dengan membuka diri kita terhadap cara berpikir yang berbeda, dengan membiarkan kepercayaan kita tertantang/teruji, dengan selalu tetap membuka pikiran, kita mengembangkan pemahaman kita terhadap diri kita sendiri dan dunia di sekeliling kita. Sang Buddha mengunjungi setiap guru yang dapat Beliau temukan sebelum Beliau mencapai Pencerahan terakhir. Meskipun kemudian Beliau tidak menerima apapun yang mereka ajarkan. Sebaliknya, Beliau menggunakan penalaran-Nya untuk memahami Kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai Pencerahan, Beliau tidak pernah marah atau mengancam siapapun yang tidak setuju dengan ajaran-Nya.
Sekarang marilah kita mempertimbangkan argumen dan logika. Kapanpun kita berpikir bahwa hal-hal tertentu dapat diterima oleh kita, kita mengatakan hal-hal tersebut adalah logis. Sebenarnya, seni logika merupakan sebuah alat yang bermanfaat bagi sebuah argumen. Logika dapat diekploitasi oleh para orator (ahli pidato) berbakat yang menggunakan kepandaian dan kecerdikan. Seseorang yang mengetahui cara berbicara dapat menjatuhkan kebenaran dan keadilan serta mengalahkan orang lain. Seperti para pengacara berargumen di pengadilan. Kelompok-kelompok agama yang berbeda berargumen untuk membuktikan bahwa agama mereka lebih baik dari agama-agama yang lainnya.

Argumen-argumen mereka berdasarkan pada bakat dan kemampuan mereka untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak tertarik kepada kebenaran. Inilah sifat alami dari argumen. Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak terpengaruh oleh argumen atau logika tetapi menasihatkan kita untuk menggunakan penyelidikan yang tidak bias. Ketika orang-orang mulai berargumen, secara alami emosi mereka juga muncul dan hasilnya adalah argumen yang memanas. Kemudian, egoisme manusia menambah lebih banyak lagi api dalam perang kata-kata ini. Pada akhirnya, menciptakan permusuhan karena tak ada seorang pun yang mau menyerah. Oleh karena itu, tidak seorang pun seharusnya memperkenalkan kebenaran agama melalui argumen. Ini merupakan nasihat penting lainnya dari Sang Buddha.
6. Janganlah Menerima Apapun Hanya Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang
Kemudian nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun sebagai kebenaran mutlak berdasarkan pada pengaruh pribadi seseorang. Hal ini mengacu pada kepercayaan yang dilihat sebagai kebenaran melalui imajinasi pribadi seseorang. Meskipun kita memiliki keraguan dalam pikiran kita, kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran setelah penyelidikan yang terbatas. Semenjak pikiran kita terpedaya oleh banyaknya keinginan dan perasaan-perasaan emosional, sikap batin ini menciptakan banyak ilusi. Dan kita juga sebenarnya memiliki kebodohan batin yang mendalam. Semua orang menderita karena kebodohan batin dan ilusi.

Kekotoran batin menyelimuti pikiran yang kemudian menjadi bias dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan ilusi. Sebagai hasilnya, kita menjadi percaya bahwa hanya kepercayaan kitalah yang benar. Nasihat Sang Buddha adalah agar tidak mengambil sebuah kesimpulan dengan segera dengan menggunakan perasaan emosional kita melainkan agar mendapatkan lebih banyak lagi informasi dan penyelidikan sebelum kita mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Ini berarti kita harus bersedia mendengarkan terlebih dulu apa yang orang lain katakan.

Mungkin mereka dapat menjernihkan keragu-raguan kita dan membantu kita untuk mengenali kesalahan atas apa yang kita percayai sebagai kebenaran. Sebagai contoh untuk hal ini adalah suatu masa ketika orang-orang pernah mengatakan bahwa matahari mengelilingi bumi dimana bumi berbentuk datar seperti layaknya uang logam. Hal ini berdasarkan pada keterbatasannya pengetahuan mereka, tetapi mereka bersiap untuk membakar hidup-hidup siapapun yang berani mengemukakan pandangan yang lain. Terima kasih kepada Guru Tercerahkan kita, Buddhisme dalam sejarahnya tidak memiliki catatan gelap dimana orang tidak diperkenankan untuk menentang apapun yang tidak masuk akal seperti itu. Inilah mengapa begitu banyak aliran Buddhisme saling bertautan secara damai tanpa mengecam satu sama yang lain. Berdasarkan pada petunjuk-petunjuk yang jelas dari Sang Buddha, umat Buddha menghormati hak-hak orang lain untuk memegang pandangan-pandangan yang berbeda.
7. Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar
Nasihat selanjutnya adalah agar janganlah menerima apapun yang kelihatannya benar. Ketika Anda melihat segala hal dan mendengarkan beberapa tafsiran yang diberikan oleh orang lain, Anda hanyalah menerima penampilan luar dari obyek-obyek tersebut tanpa menggunakan pengetahuan anda secara mendalam. Kadangkala konsep atau identitas yang Anda ciptakan mengenai suatu obyek adalah jauh dari kebenaran hakikinya.
Cobalah untuk melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang sebagaimana mestinya. Buddhisme dikenal sebagai Ajaran Analisis. Hanya dengan melalui analisa kita dapat memahami apa yang sebenarnya terdapat pada sebuah obyek dan apakah jenis dari elemen-lemen dan energi-energi yang berkerja dan bagaimanakah hal-hal itu bisa ada, mengapa mengalami kelapukan dan menghilang. Jika Anda benar-benar menelaah sifat alami dari hal-hal ini, Anda akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah tidak kekal dan kemelekatan terhadap obyek-obyek tersebut dapat menimbulkan kekecewaan. Juga, Anda akan menyadari bahwa tidak ada hal penting dalam pertengkaran mengenai ide-ide ketika dalam analisa terakhir, ketika melihat hal-hal tersebut dalam sudut pandang yang sebebarnya, ternyata hal-hal tersebut hanyalah ilusi belaka.

Umat Buddha tidaklah terjebak dalam hal-hal kontoversial mengenai kapan dunia akan berakhir karena mereka melihat bahwa secara pasti segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan akan mengalami kehancuran. Dunia akan berakhir. Tidak ada keraguan akan hal itu. Kita berakhir setiap waktu kita menarik napas masuk dan keluar. Akhir dunia (yang disampaikan oleh Sang Buddha) hanya semata-mata peristiwa dramatis dari sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ilmu astronomi modern mengatakan kepada kita bahwa dunia bergejolak setiap saat. “Mereka yang tidak mengkhawatirkan masa lalu, mereka yang tidak mengkhawatirkan masa depan, maka mereka hidup dalam ketenangan” (Sang Buddha). Ketika kita mengetahui kebenaran ini, maka akhir dunia tidak lagi menjadi hal yang begitu menakutkan atau bahkan tidaklah pantas untuk dikhawatirkan.
8. Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang
Sang Buddha kemudian memperingatkan para pengikutnya untuk tidak bergantung pada pengalaman spekulasi pribadi seseorang. Setelah mendengarkan atau membaca beberapa teori tertentu, orang dengan mudah tiba pada kesimpulan tertentu dan memelihara kepercayaan ini. Mereka menolak dengan sangat keras untuk mengubah pandangan mereka karena pikiran mereka telah terbentuk atau karena sewaktu beralih pada kepercayaan tertentu, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di dalam neraka jika mereka mengubah pendiriannya.

Dalam kebodohan dan rasa takut, orang-orang malang ini hidup dalam surga kebodohan, mereka berpikir bahwa kesalahan-kesalahan mereka secara ajaib akan diampuni. Nasihat Sang Buddha adalah agar tidak membuat kesimpulan gegabah apapun untuk memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya. Manusia dapat menemukan berbagai macam hal di dunia ini tetapi hal yang paling sukar bagi mereka untuk dilihat adalah kebenaran atau realita dari segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan.

Kita seharusnya tidak bergantung pada desas-desus spekulasi untuk memahami kebenaran. Kita boleh menerima beberapa hal tertentu sebagai dasar yang digunakan untuk memulai sebuah penyelidikan yang akhirnya akan memberikan kepuasan pada pikiran yang selalu ingin tahu. Keputusan yang kita ambil dengan cara spekulasi dapat dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh sekelompok orang buta yang menyentuh bagian berbeda dari tubuh seekor gajah. Setiap orang buta tersebut memiliki keputusan sendiri berdasarkan apa yang ia pikirkan tentang bentuk dari gajah tersebut. Bagi masing-masing orang buta tersebut, apa yang ia katakan adalah benar. Meskipun mereka yang dapat melihat hal-hal tersebut tahu bahwa semua orang buta tersebut salah, dalam pikiran orang-orang buta tersebut mereka berpikir bahwa merekalah yang benar. Juga janganlah seperti katak dalam tempurung kelapa yang berpikir bahwa tidak ada dunia lain di luar apa yang dapat ia lihat.
Kita terbutakan oleh kekotoran batin kita. Inilah mengapa kita tidak dapat memahami kebenaran. Inilah mengapa orang lain dapat menyesatkan dan mempengaruhi kita dengan sangat mudah. Kita selalu mudah mengganti kepercayaan yang telah kita terima sebagai kebenaran karena kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam. Orang-orang mengubah lebel agama mereka dari waktu ke waktu karena mereka mudah terpengaruh oleh emosi manusia. Ketika kita sudah menyadari kebenaran tertinggi, kita tidak perlu lagi mengubahnya dalam keadaan apapun karena dalam kebenaran terakhir tidak ada hal yang diubah, ia adalah Mutlak.
9. Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan Oleh Kemampuan Seseorang Yang Tampak Mengesankan
Kita seharusnya tidak mengubah pandangan-pandangan kita dengan mudah karena kita terkesan oleh kemampuan yang tampak mengesankan dari seseorang merupakan nasihat selanjutnya Sang Buddha yang diberikan kepada para pemuda yang disebut dengan suku Kalama. Beberapa orang memiliki kemampuan untuk mengesankan Anda dengan perilaku dan kemampuan nyata untuk melakukan hal-hal tertentu.

Sebagai contoh, akankah Anda mempercayai secara membuta seorang gadis yang ada di iklan televisi yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda juga dapat menjadi cantik secantik dirinya, memiliki gigi seindah giginya, jika Anda menggunakan pasta gigi merek tertentu? Tentu tidak. Anda tidak akan menerima apa yang ia katakan tanpa memeriksa secara hati-hati kebenaran akan pernyataanya. Ini juga sama dengan para pembicara fasih yang mengetuk pintu Anda untuk menceritakan cerita yang mempesona tentang “kebenaran” mereka. Mereka mungkin berbicara mengenai beragam pengajar agama, guru-guru, dan ahli-ahli meditasi.

Mereka juga akan menikmati memberi pernyataan yang dilebih-lebihkan untuk membuktikan kekuatan dari guru-guru mereka untuk mempengaruhi pikiran Anda. Jika Anda secara membuta menerima perkataan-perkataan mereka sebagai Kebenaran, Anda akan memelihara pandangan yang goyah dan dangkal karena Anda tidak sepenuhnya yakin. Anda mungkin mengikuti mereka dengan iman untuk beberapa saat, tetapi suatu hari Anda akan merasa kecewa, karena Anda tidak menerimanya melalui pemahaman dan pengalaman Anda. Dan segera setelah guru mengesankan lainnya datang, Anda akan meninggalkan yang pertama.
Telaahlah nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Pikirkan bagaimana beralasannya, masuk akalnya, dan ilmiahnya cara pengajaran-Nya. “Janganlah mendengarkan orang lain dengan kepercayaan membuta. Dengarkanlah mereka dengan segala pengertiannya, tetapi tetaplah penuh perhatian dan dengarlah dengan pikiran terbuka. Anda tidak seharusnya menyerahkan pendidikan dan kecerdasan Anda kepada orang lain ketika Anda sedang mendengarkan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk membangkitkan emosi Anda dan mempengaruhi pikiran Anda sesuai dengan kebutuhan duniawi Anda untuk memuaskan keinginan Anda. Namun tujuan mereka mungkin bukan berkepentingan untuk mengungkapkan kebenaran.”
10. Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa “Inilah Guru Kami”
Janganlah menerima apapun atas pertimbangan bahwa “inilah guru kami”, merupakan nasihat terakhir Sang Buddha dalam konteks ini. Pernahkah Anda mendengar guru-guru agama lain manapun yang mengutarakan kata-kata seperti itu? Semua guru agama lain mengatakan, “Sayalah satu-satunya guru terhebat, saya adalah Tuhan. Ikutilah aku, sembahlah aku, berdoalah padaku, jika tidak engkau tidak akan memiliki keselamatan.” Mereka juga mengatakan, “Janganlah kau menyembah Tuhan lain atau guru lain.” Berpikirlah untuk sejenak untuk memahami sikap Sang Buddha. Sang Buddha mengatakan, “Engkau seharusnya tidak bergantung secara membuta kepada gurumu. Ia mungkin saja adalah penemu sebuah agama atau seorang guru yang terkemuka, tetapi meskipun demikian engkau tidak seharusnya mengembangkan kemelekatanmu terhadapnya sekali pun.”
Beginilah caranya Sang Buddha memberikan penghargaan yang semestinya kepada kecerdasan seseorang dan memperkenankan manusia menggunakan kehendak bebasnya tanpa bergantung kepada orang lain. Sang Buddha mengatakan, “Engkau bisa menjadi tuan atas dirimu sendiri.” Sang Buddha tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa Beliaulah satu-satunya Guru Yang Tercerahkan dan karenanya para pengikutnya tidak diperkenankan untuk memuja tuhan/dewa dan guru agama lain. Beliau juga tidak menjanjikan para pengikutnya bahwa mereka dapat dengan mudah pergi ke surga atau mencapai Nibbana jika mereka memuja-Nya secara membuta. Jika kita mempraktikkan sebuah agama hanya dengan bergantung kepada seorang guru, kita tidak akan pernah menyadari kebenaran. Tanpa menyadari kebenaran mengenai agama yang kita praktikkan kita dapat menjadi korban dari kepercayaan yang membuta dan memenjarakan kebebasan berpikir kita dan akhirnya menjadi budak bagi seorang guru tertentu dan mendiskriminasikan guru yang lain.
Kita harus menyadari bahwa kita harus tidak bergantung pada orang lain untuk keselamatan kita. Tetapi kita dapat menghormati guru agama manapun yang tulus dan pantas untuk dihormati. Para guru agama dapat mengatakan kepada kita apa yang dilakukan untuk meraih keselamatan kita, tetapi seseorang tidak dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini bukan seperti menyelamatkan sebuah kehidupan ketika dalam bahaya. Ini adalah pembebasan terakhir dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi. Inilah mengapa kita harus berkerja secara individual (sendiri) untuk meraih pembebasan kita atau kemerdekaan penuh berdasarkan pada nasihat yang diberikan oleh guru-guru agama.
“Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan kita selain diri kita. Sang Buddha hanyalah menunjukkan jalannya.”
Dapatkah Anda pikirkan pemimpin agama lain yang manapun yang pernah mengatakan hal ini? Inilah kebebasan yang kita miliki di dalam Buddhisme.
Inilah sepuluh nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada sekelompok pemuda yang disebut suku Kalama yang datang menemui Sang Buddha untuk mengetahui bagaimana menerima suatu agama dan bagaimana untuk memutuskan mana agama yang benar.
Nasihat Beliau adalah: “Janganlah mementingkan diri sendiri dan janganlah menjadi budak bagi yang lain; Janganlah melakukan apapun hanya untuk kepentingan pribadi tetapi pertimbangkan untuk kepentingan pihak lain.” Beliau mengatakan kepada suku Kalama bahwa mereka dapat memahami hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka. Beliau juga mengatakan bahwa di antara beragam praktik dan kepercayaan, ada hal-hal tertentu yang baik bagi seseorang tetapi tidak baik bagi yang lain. Dan sebaliknya, ada hal-hal tertentu yang baik bagi orang lain tetapi tidak baik bagi seseorang. Sebelum Anda melakukan apapun, Anda harus mempertimbangkan baik manfaat maupun ketidakmanfaatan yang akan bertambah pada diri Anda. Inilah garis pedoman untuk dipertimbangan sebelum Anda menerima suatu agama. Oleh karena itu, Sang Buddha telah memberikan kebebasan secara penuh kepada kita untuk memilih suatu agama berdasarkan pada pendirian diri kita sendiri.
Buddhisme merupakan suatu agama yang mengajarkan seseorang untuk memahami bahwa manusia bukanlah untuk agama tetapi agama itulah yang untuk manusia gunakan. Agama dapat diibaratkan sebagai rakit yang digunakan manusia untuk menyeberangi sungai. Ketika orang itu telah sampai di sisi lain sungai, ia dapat meninggalkannya dan melanjutkan perjalanannya. Seseorang seharusnya menggunakan agama untuk perbaikan dirinya dan untuk mengalami kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Buddhisme merupakan suatu agama yang dapat kita gunakan untuk hidup penuh kedamaian dan membiarkan yang lain untuk juga hidup penuh kedamaian. Saat mempraktikkan agama ini kita diperkenankan untuk menghormati agama lain. Jika sukar untuk menghormati sikap dan perilaku agama lain maka setidaknya kita perlu bertoleransi tanpa mengganggu atau mengutuk agama lain. Sangatlah sedikit agama lain yang mengajarkan para pengikutnya untuk mengadopsi sikap bertoleransi ini.